Kabupaten kelahiran ku Lamongan, perempuan memang punya kekuatan secara tradisional. Kuatnya peran perempuan ini lebih banyak terkait adat dan tradisi, terutama pernikahan. Misalnya, dalam tradisi lamaran, pihak perempuanlah yang melamar laki-laki. Padahal di tempat lain justru sebaliknya, perempuan yang dilamar. Dikampung kami, Paciran begitu pula di daerah lain di Lamongan, perempuan mengubah posisinya lebih aktif, bukan pasif. (melamar bukan dilamar, bahasa sekarang mungkin agresif, meong).
Tradisi lamaran oleh pihak perempuan ini biasanya disertai dua jajanan khas, Gemblong dan Wingko. Gemblong terbuat dari bahan ketan yang di tumbuk sampai halus hingga mencapai tekstur yang kenyal dan lengket, rasanya gurih. Adapun Wingko terbuat dari bahan Beras dan Kelapa, cara membuatnya dengan dipanggang, Rasanya manis. Ukuran satu Wingko selebar piring makan atau bahkan lebih. Dari pengetahuan itu rasa penasaranku mulai timbul mengenai asal-usul tradisi adat lamaran dimana pihak perempuan yang melamar Laki-laki.
Pada sesuatu kesempatan ketika aku dan kakak berkunjung ke rumah Pak Haji Mahfud, yang mana dia adalah seorang guru olahraga disebuah sekolah swasta didesa Kemantren. awalnya kami membicarakan tentang prosedur pengajuan SNI, untuk sebuah produk industri sekala kecil milik Pak Haji Mahfud.
Ketika pembicaraan kami mulai agak santai, tanpa disangka dengan spontan Pak Haji menyarankan kepada saya, untuk menikah. dengan alasan agar dapat membagi beban kerjaan, dan doa dari seorang istri akan memperlancar segala urusan. (fenuh barokah kan) Pak Haji tidak sekedar menyarankan, beliau juga sekaligus memberikan solusinya. karena kebetulan saat itu Pak Haji masih menjabat sebagai ketua muslimah di area pondok pesantren. (tinggal milih tunjuk jari gitu, sepondok pesantren ji gak kebayang harus mencurangi kasih hanya dengan telunjuk jari) dengan halus saya mengelak tawaran dari Pak Haji, sambil mengatakan dengan sopan ''akan lebih baik kalau Pak Haji menawarkan itu kepada kakak saya '' (saat itu kakak saya belum menikah.) dengan raut wajah yang sedikit kaget Pak Haji pun berkata ''durung rabi to. (jawa) belum nikah ya''
Namun kakak pun mengelak juga dengan halus agar Pak Haji kembali menyarankan tawaran nikah tadi kepada saya saja. dengan sikap yang diplomatis Pak Haji tidak bisa menerima saran dari kakak saya itu. beliau mengatakan bahwa, ''orang Paciran itu tidak boleh melangkahi kakaknya untuk menikah'' mendengar itu kakak saya sedikit gregetan dengan argumen yang dikemukan oleh Pak Haji. Lantas terjadi percakapan yang intensif antara kakak saya dan Pak Haji.
kakak : alasanya apa Pak ?
Pak Haji : belum tahu ceritanya ya ?
kami berdua spontan menjawab ''belum Pak''
Dengan kelemahan daya ingat saya terhadap Nama-nama Tokoh, masa atau era dalam cerita dibawah ini mohon di koreksi, saya pribadi mengangap cerita ini hanya sebatas dongeng tak lebih dari itu.
Kemudian Pak Haji mulai bercerita, kami berdua mengambil posisi menyimak cerita sekaligus
penasaran dengan cerita asal-usul tidak dibolehkannya melangkahi saudara yang lebih tua untuk menikah.
Kisah ini terjadi pada masa kerajaan Majapahit, (saya lupa tidak tanya ke Pak Haji, cerita ini terjadi pada eranya Jayanegara atau eranya Hayam Wuruk.) Dimana dalam kisah ini Ada seorang Demang yang berusia 35 tahun namun belum menikah. Demang tersebut adalah Demang Paciran. (kawan-kawan yang belum menikah dan sudah berumur 35 tahun ke atas tidak perlu minder Demang kalian dulu asek-asek saja dengan status perjakanya) Demang Paciran ini suka bermalas-malasan (suka tidur) maklum serba kecukupan jabatanya saja Demang, namun dibalik hobi tidur itu dia pernah menemukan ilmu sakti.
Ilmu sakti itu adalah ajaran filosofi dalam bahasa jawa.
"wong ngelilir iku luwe apik
ketimbang turu, wong lunggo iku luwe apik ketimbang ngelilir, wong ngadek iku luwe apik
ketimbang lunggo, wong mlaku iku luwe apik ketimbang ngadek."
Jika diterjemahkan dalam bahasa indonesia kurang lebih artinya seperti ini : "orang terjaga itu lebih baik daripada tidur, orang duduk itu lebih baik daripada terjaga,orang berdiri itu lebih baik daripada duduk, orang berjalan itu lebih baik daripada berdiri."
''pada prinsipnya itu kata kerja'' kakak saya menyelah cerita Pak Haji, dan Pak Haji sepertinya tak begitu menghiraukan celotehan kakak saya. Dan kembali terus melanjutkan ceritanya.
Pada suatu ketika kerajaan Majapahit sedang ada rapat kordinasi tahunan semua Demang di seluruh wilayah kekuasaan Majapahit hadir dalam pertemuan itu, termasuk Demang Paciran, namun ada sesuatau yang tidak biasa dengan Demang Paciran dia datang sendirian tanpa ditemani istri atau selir. sehingga menjadi bahan tertawaan para Demang yang lainya, sementara semua Demang yang hadir datang dengan istri atau selir, bahkan ada yang membawa istri dengan tiga selir. hal itu membuat hati Raja tidak nyaman, sehingga Raja menitahkan kepada para Demang untuk menawarkan anaknya untuk dinikahkan dengan Demang Paciran. semua Demang yang hadir dalam pertemuan itu setuju dengan usul Raja. para Demang menawarkan anak gadisnya kepada Demang Paciran, namun semua Demang hanya menawarkan satu anak, hanya Demang Bawean saja yang menawarkan dua anak. Kebetulan pada saat itu Demang Bawean punya anak dua perempuan. sehingga hanya tawaran (proposal nikah.) dari Demang Bawean saja yang diterima oleh Demang Paciran.
Setelah disepakati hari dan tanggal pertemuanya, Demang Paciran pergi ke pulau Bawean untuk melihat (maksudnya survey cantik yang mana biar tidak salah pilih.) begitu sampai di Bawean Demang Paciran disambut oleh Demang Bawean, dirumah dinas Kademangan. Demang Paciran dijamu dengan ramah tama disuguhi segala macam makanan yang enak-enak. hingga sampailah pada puncak acara kedua anak Demang Bawean keluar dari kamar masing-masing, berjalan halus tanpa suara menuju tempat perjamuan, tanpa berkedip mata Demang Paciran terpesona oleh kecantikan putri Demang Bawean, dia terpesona oleh putri Demang Bawean yang lebih muda. Sambil berbisik Demang Paciran memohon kepada calon mertuanya tersebut untuk dinikahkan dengan putrinya yang lebih muda (tahu saja kalau yang muda lebih seger) namun Demang Bawean menolak dengan halus permohonan Demang Paciran.
Demang Bawean bersikukuh hanya akan memberikan restu bila memilih putrinya yang tertua. Demang Paciran tidak kekurangan akal dia menawarkan apapun dengan segala resiko dan syaratnya hingga luluhlah hati Demang Bawean, dalam pertemuan itu disepakati sebuah perjanjian. bahwasanya Demang Paciran boleh menikah dengan putriku yang lebih muda dengan syarat sebagai berikut :
1. Dalam proses lamaran nanti Demang Paciran akan membawa buah Ental sebanyak dua kapal. (seingat saya pokoknya buah daerah lokal sini)
2. (syarat yang kedua saya lupa, bila ada kawan yang tahu sudih kiranya melengkapi cerita ini.)
Tanpa basa-basi Demang Paciran pun menyetujui kedua syarat tersebut, dimana saat itu juga hari dan tanggal lamaran sudah ditentukan. Demang Paciran balik ke Jawa. Ketika sudah sampai didesa Paciran dia mulai menyiapkan segala syarat-syarat lamaran, dia berusaha mencari kemana-mana sampai terkumpul semua syarat-syarat lamaran yang menjadi permintaan mertuanya. Satu hari menjelang hari lamaran semua syarat sudah terkumpul tinggal menunggu esok hari untuk berangkat.
Pada malam harinya kapal pengangkut buah lamaran di kocar-kacirkan oleh seorang perempuan (saat saya tanya siapa perempuan itu Pak Haji gak tahu, tahunya hanya sebatas seorang perempuan. sekilas nampak ada yang ditutup-tutupi) Namun ulah si perempuan itu diketahui para penjaga keamanan desa melihat situasi yang tidak beres penjaga keamanan desa melaporkan kejadian itu kepada Demang Paciran. Demang Paciran pun segera menanggapi laporan tersebut dan diperiksalah keadaan kapal pengangkut lamaran itu, dan benar adanya kapal pengangkut lamaran dan beserta muatannya sudah dalam kondisi berantakan.
Mengetahui perempuan tersangka itu belum lari jauh, para penjaga dan Demang Paciran pun ikut mengejar perempuan tersebut, dalam adegan kejar-kejaran itu Demang Paciran sempat mengayunkan pedangnya dan mengenai perempuan yang jadi tersangka tersebut, meskipun begitu perempuan itu masih bisa lari dengan luka hasil sabetan Demang Paciran. darah berceceran hingga akhirnya perempuan itu kehabisan darah disebuah daerah yang dikemudian hari daerah tersebut diberi nama Jetak, sekarang sudah jadi Dusun Jetak. karena disitulah perempuan itu tergeletak.
Karena kejadian tersebut, Demang Paciran pun tak punya cukup waktu lagi untuk menyiapkan segala syarat lamaran yang menjadi permintaan dari Demang Bawean. dengan penuh kecewa dan murka dia membuat titah kepada seluruh penduduk desa Paciran, dia tidak ingin ada penduduknya yang merasakan kekecewaan yang sama dengan yang dia rasakan saat itu. Dia tidak ingin dikemudian hari penduduk desa Paciran merasakan hal sama dengan apa yang dia rasakan. isi titah itu seperti di bawah ini.
1. kepada seluruh rakyatku bila ada yang akan menikah, dari pihak laki-laki aku larang kalian untuk melamar ke pihak perempuan, dari pihak perempuan aku wajibkan kalian untuk melamar ke pihak laki-laki.
2. kepada seluruh rakyatku bila ada yang akan menikah, jangan kalian mendahului (melangkahi) saudara kalian yang lebih tua.
Demikianlah berawal dari cerita di atas Adat itu masih berlaku sampai saat ini, adat buatan para priyayi, aturan yang tidak memandang manusia sebagai manusia bebas yang seutuhnya. Adat atau aturan yang dibuat berdasarkan pemahaman tunggal seorang Demang tanpa melibatkan seluruh penduduknya dalam proses mengambil satu keputusan penting yang menyangkut urusan pribadi penduduk. Di masa itu penduduk pun hanya tahu patuh dan nurut pada dewanya. Dalam kasus ini dewanya adalah Demang.
Karena kejadian tersebut, Demang Paciran pun tak punya cukup waktu lagi untuk menyiapkan segala syarat lamaran yang menjadi permintaan dari Demang Bawean. dengan penuh kecewa dan murka dia membuat titah kepada seluruh penduduk desa Paciran, dia tidak ingin ada penduduknya yang merasakan kekecewaan yang sama dengan yang dia rasakan saat itu. Dia tidak ingin dikemudian hari penduduk desa Paciran merasakan hal sama dengan apa yang dia rasakan. isi titah itu seperti di bawah ini.
1. kepada seluruh rakyatku bila ada yang akan menikah, dari pihak laki-laki aku larang kalian untuk melamar ke pihak perempuan, dari pihak perempuan aku wajibkan kalian untuk melamar ke pihak laki-laki.
2. kepada seluruh rakyatku bila ada yang akan menikah, jangan kalian mendahului (melangkahi) saudara kalian yang lebih tua.
Demikianlah berawal dari cerita di atas Adat itu masih berlaku sampai saat ini, adat buatan para priyayi, aturan yang tidak memandang manusia sebagai manusia bebas yang seutuhnya. Adat atau aturan yang dibuat berdasarkan pemahaman tunggal seorang Demang tanpa melibatkan seluruh penduduknya dalam proses mengambil satu keputusan penting yang menyangkut urusan pribadi penduduk. Di masa itu penduduk pun hanya tahu patuh dan nurut pada dewanya. Dalam kasus ini dewanya adalah Demang.
Ucapan beribu terima kasih kepada nara sumber kami, Pak Haji Mahfud yang telah dengan tidak sengaja menceritakan dongeng kuno yang tidak pernah tertulis dalam naskah lokal pendidikan kita. memang para pendahulu kita kurang punya kesadaran dalam bidang penulisan cerita rakyat seperti cerita di atas sebagai bahan dokumentasi lokal. Dongeng ini syarat makna kehidupan keseharian adat Jawa disebuah kampung dengan aroma feodal Jawa yang begitu kental. penguasa menjelma melebihi dewa-dewa. mempengaruhi seluk beluk kehidupan para penduduk dan gaungnya masih terasa sampai saat ini.
Salam.
Comments
Post a Comment